I.Emosi Bayi Neonatal
Melihat
tidak adanya koordinasi yang merupakan ciri dari aktivitas bayi neonatal,
tidaklah masuk akal untuk mengharapkan adanya emosi yang khusus, yang jelas,
pada saat bayi dilahirkan. Reaksi emosional hanya dapat di uraikan sebagai
keadaan menyenangkan dan tidak menyenangkan. Yang pertama ditandai oleh tubuh
yang tenang dan yang kedua ditandai oleh tubuh yang tegang.
Adapun efek jangka panjang perilaku emosional
beberapa anak yang lahir prematur cenderung bersikap apatis secara emosional,
tetapi lebih sering lagi menjadi pemarah, mudah tersinggung dan bersikap
negatif. Kekacauan emosional sebagaimana sifat-sifat nervous, seperti mudah
marah, berang, meledak dan mengisap jempol adalah lazim pada di tunjukkan oleh
bayi prematur ini.
II.Emosi Bayi
Pada
waktu lahir, emosi tampak dalam bentuk sederhana, hampir tidak terbedakan sama
sekali. Dengan bertambahnya usia, reaksi emosional menjadi kurang tersebar,
kurang acak dan lebih terbedakan, serta reaksi emosional dapat ditimbulkan oleh
berbagai macam rangsangan.
Ada dua ciri khusus dari emosi masa bayi.
Pertama, emosi bayi sangat berbeda dengan emosi remaja dan orang dewasa, dan
kadang kadang dari anak yang lebih tua. Emosi bayi misalnya, ditandai oleh
perilaku yang terlampau hebat bagi rangsangan yang menimbulkannya, terutama
dalam hal marah dan takut. Emosi-emosi itu singkat saja tetapi kuat ; sering
muncul tetapi bersifat sementara dan berubah menjadi emosi lain bila perhatian
bayi di alihkan.
Kedua
emosi lebih mudah dibiasakan pada masa bayi dibandingkan pada periode-periode
lain. Ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan intelektual bayi sehingga
mereka mudah dan cepat bereaksi terhadap rangsangan yang pada waktu lalu
membangkitkan reaksi emosional. Kadang-kadang misalnya bayi tidak mau masuk ke
kamar dokter kalau pada kunjungan terakhir ia disuntik.
Terdapat
sejumlah pola emosional tertentu yang umum pada bayi. Tetapi seperti yang telah
dijelaskan diatas, terdapat beberapa perbedaan pada pola ini dan juga pada
rangsangan yang menimbulkannya. Reaksi emosional bayi berbeda terhadap beberapa
rangsangan tertentu yang berlainan, bergantung sebagian besar pada pengalaman
lalunya. Misalnya bayi yang jarang berhadapan dengan orang-orang diluar rumah
atau yang dirawat hampir secara terpisah dari anggota keluarganya cenderung
mengalami “masa malu” yang lebih menonjol daripada bayi yang banyak berhubungan
dengan orang-orang diluar rumah dan dirawat oleh nenek, perawat bayi, orang tua
dan saudara-saudaranya.
Perbedaan-perbedaaan
dalam reaksi emosi mulai tampak dalam ma sa
bayi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama kondisi-kondisi fisik dan
mental pada bayi pada saat munculnya rangsangan dan berhasil tidaknya reaksi
yang pernah diberikan sebelumnya dalam memenuhi kebutuhannya. Kalau, di waktu
lalu bayi, dihukum karena menarik, menggigit atau merobek sesuatu, ia akan
menampakkan tangan, hanya melihat benda dan menyentuhnya.
Salah
satu perbedaan terpenting dalam reaksi emosional meliputi dominasi emosi
menyenangkan atau tidak menyenangkan. Beberapa bayi mengalami lebih banyak
emosi senang daripada tidak senang, sedangkan bayi lain mengalami sebaliknya,
bergantung terutama pada kondisi fisik dan kondisi-kondisi dalam lingkungan.
Pada semua usia kuatnya emosi senang
merupakan jaminan untuk menyesuaikan yang baik dari masa bayi. Bayi-bayi yang
mengalami banyak emosi senang banyak meletakkan dasar-dasar untuk penyesuaian
pribadi dan penyesuaian sosial yang baik dan untuk pola-pola laku yang akan
menimbulkan kebahagiaan.
Pola
emosional yang lazim pada masa bayi antara lain,
1. Kemarahan
Perangsang
yang lazim membangkitkan kemarahan bayi adalah campur tangan terhadap gerakan
mencoba-cobanya, menghalangi keinginannya, tidak mengizinkan mengerti sendiri
dan tidak memperkenankan melakukan apa yang dia inginkan. Lazimnya tanggapan
marah mengambil bentuk menjerit, meronta-ronta, menendang kaki, mengibas tangan
dengan memukul atau menendang apa saja yang ada didekatnya. Pada tahun kedua
bayi dapat juga melonjak-lonjak, berguling-guling, meronta-ronta dan menahan
nafas.
2. Ketakutan
Perangsang
yang paling mungkin menimbulkan ketakutan bayi adalah suara keras ; orang,
barang dan situasi asing ; ruangan gelap ; tempat tinggi; dan binatang.
Perangsang yang terjadi tiba-tiba atau tidak terduga atau tidak lazim pada bayi
biasanya membangkitkan rasa takut juga. Tanggapan rasa takut yang lazim pada
masa bayi terdiri dari upaya menjauhkan diri dari perangsang yang menakutkan
dengan merengek, menangis, dan menahan nafas.
3. Rasa ingin tahu
Setiap mainan atau barang baru dan tidak biasa
adalah perangsang untuk keingintahuannya, kecuali jika kebaruan itu begitu
tegas sehingga menimbulkan ketakutan. Bila rasa takut berkurang, ia akan
digantikan oleh rasa ingin tahu. Bayi mudah mengyungkapkan rasa ingin tahunya
terutama melalui ekspresi wajah menegakkan otot muka, mulut dan menjulurkan
lidah. Kemudian, bayi akan menangkap barang yang membangkitkanrasa ingin
tahunya tersebut, memegang, membolak-balik, melempar atau memasukkannya ke
mulutnya.
4. Kegembiraaan
Kegembiraan
dirangsang oleh kesenangan fisik. Pada bulan kedua atau ketiga, bayi bereaksi
pada orang yang mengajaknya bercanda, menggelitik, mengamati, dan
memperhatikan. Mereka mengungkapkan rasa senang atau kegembiraanya
melaluitersenyum, tertawa, dan menggerakkan lengan serta kakinya. Bila rasa
senang sangat besar, bayi berkedut, berdenguk, atau bahkan berteriak dengan
gembira, dan semua gerakan tubuh menjadi makin intensif.
5. Afeksi
Setiap
orang yang mengajak bayi bermain, mengurus kebutuhan jasmannya atau
memperlihatkan afeksi akan merupakan perangsang untuk afeksi mereka. Kemudian
mainan atau binatang kesayangan keluarga, mungkin juga menjadi objek cinta bagi
mereka. Umumnya bayi mengungkapkan afeksinya dengan memeluk, menepuk dan
mencium barang atau orang yang di cintainya.
Terdapat
empat bahaya psikologis umum yang sering timbul dalah hubungan perkembangan emosi pada masa bayi, yaitu :
1.
Kurangnya
Kasih Sayang
Bayi yang tidak diberi kesempatan untuk mengalami masa emosi bayi yang
normal-terutama kasih sayang, keingintahuan, dan kegembiraan-secara fisik tidak
berkembang. Kalau kekurangan kasih sayang berlangsung lama dan hebat akan
mencegah penghambatan dalam mengeluarkan hormon tutary, termasuk pertumbuhan
hormon dari ini akan mengakibatkan apa yang disebut “kekurangan kekerdilan” .
Lagipula kekurangan kasih sayang dalam masa bayi sering menyebabkan mundur
dalam perkembangan motorik dan berbicara dan tidak belajar bagaimana harus
melangsungkan kontak sosial atau bagaimana mengungkapkan kasih sayang. Bayi
biasanya menjadi lesu, murung, dan acuh tak acuh tak acuh seperti sering
mengenyut ibu jari.
2. Tekanan
Tekanan,
yaitu keadaan emosi kurang baik yang berlangsung lama seperti takut dan marah,
dapat menyebabkan perubahan endokrin yang mengganggu keseimbangan tubuh. Ini
kemudian akan tercermin dalam kesulitan makan dan tidur, dalam gerakan gelisah seperti
mengenyut ibu jari dan terlampau banyak menangis. Tekanan disebabkan oleh
banyak hal seperti kesehatan yang buruk, diabaikan oleh orang tua dan kondisi
lingkungan yang buruk yang mengganggu
rutin makan dan tidur. Tetapi faktor yang penting adalah hubungan erat dengan
ibu yang gelisah dan tegang.
3. Terlampau Banyak
Kasih Sayang
Orang
tua yang sangat khawatir akan sangat menonjolkan diri akan mendorong bayi untuk
memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri dan menjadi terikat pada diri
sendiri dan mementingkan diri sendiri. Dengan demikian bayi mengharapkan agar
orang lain memberikan kasih sayang tetapi ia tidak membalas memberikan kasih
sayang kepada orang lain.
4. Emosi yang Kuat
Kondisi
lingkungan bayi mendorong perkembangan emosi tertentu dan menyampingkan emosi
yang lain. Emosi yang tersebut nantinya menjadi kuat kecuali kalau
kondisi-kondisi berubah perkembangan dari emosi lain yang terdorong. Sifat
pemalu dapat menetap lama setelah masa
bayi berlalu kalau anak yang pemalu atau penakut dihadapkan pada terlalu banyak
orang asing atau terlalu banyak situasi yang menakutkan.
III.Emosi Awal Masa Kanak-Kanak
Anak yang lebih muda mengalami hampir
semua emosi yang dialami secara normal oleh orang dewasa. Namun, rangsangan
yang membangkitkan emosi dan cara anak mengungkapkan emosi sangat berbeda.
Perhatikan bahwa pola-pola emosi yang
berhubungan dengan rasa takut seperti rasa khawatir,waswas dan malu, tidak
terdaftar. Perasaan itu umumnya belum penting sampai akhir masa kanak-kanak,
pada saat hubungan dengan teman-teman sebaya lebih sering dan lebih nencolok
daripada dalam masa awal kanak-kanak.
Banyak faktor yang mempengaruhi kuat dan
seringnya emosi dalam awal masa kanak-kanak. Emosi sangat kuat pada usia
tertentu dan berkurang pada usia yang lain. Ledakan amarah, misalnya, mencapai
puncaknya antara usia dua dan empat, setelah itu amarah berlangsung tidak
terlampau lama dan berubah menjadi merajuk, merenung. Rasa takut juga mengikuti
pola yang sama, sebagian karena anak sadar bahwa situasi yang tadinya ditakuti
ternyata tidak menakutkan dan sebagian karena adanya tekanan sosial yang
menyebabkan ia merasa harus menyembunyikan ketakutannya. Sebaliknya, cemburu
mulai sekitar dua tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia anak.
Banyaknya keinginan anak sangat berbeda,
demikian pula cara menyatakannya. Anak yang cerdas ternyata lebih aktif dalam
menjelajahi lingkungannya dan lebih banyak bertanya daripada anak yang tingkat
kecerdasannya lebih rendah. Adanya perbedaan seks dalam emosi terutama karena
tekanan sosial untuk mengungkapkan emosi sesuai dengan kelompoknya. Karena
ledakan amarah dianggap lebih sesuai untuk anak laki-laki, maka sepanjang masa
awal kanak-kanak anak laki-laki lebih banyak menunjukkan amarah yang hebat
daripada anak perempuan. Sebaiknya, takut, cemburu, dan kasih sayang di anggap
lebih tepat untuk anak perempuan sehingga ia lebih kuat mengungkapkan emosi ini
dari anak laki-laki.
Besarnya keluarga mempengaruhi sering dan
kuatnya rasa cemburu dan iri hati. Cemburu lebih umum pada keluarga kecil
dengan dua atau tiga anak daripada dalam keluarga besar dimana tidak ada anak
yang menerima perhatian yang besar dari orang tua. Iri hati, dilain pihak,
lebih umum dalam keluarga besar daripada keluarga kecil ; semakin besar
keluarga semakin sedikit barang yang dipunyai anak sehingga kemungkinan untuk
iri hati lebih kecil. Cemburu pada anak sulung lebih sering dan lebih kejam
daripada rasa cemburu pada adik-adiknya.
Lingkungan sosial rumah memainkan peran
yang penting dalam menimbulkan seringnya dan kuatnya rasa marah anak. Misalnya,
ledakan amarah lebih banyak timbul di rumah bila ada banyak tamu atau ada lebih
dari dua orang dewasa. Demikian pula halnya anak yang saudaranya lebih sering
marah daripada anak tunggal. Jenis disiplin dan metode latihan anak juga mempengaruhi frekuensi dan
intensitas ledakan amarah anak. Semakin orang tua bersikap otoriter semakin
besar kemungkinananak bersikap dengan amarah.
Emosi yang umum pada awal masa kanak-kanak, antara lain:
1. Amarah
Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran
mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan dan serangan yang hebat dari
anak lain. Anak mengungkapkan rasa marah dengan ledakan amarah yang ditandai
dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat-lompat atau
memukul.
2.
Takut
Pembiasaan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman
yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti
cerita-cerita, gambar-gambar, radio dan televisi, dan film-film dengan unsur
yang menakutkan. Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik;
kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar dan bersembunyi,
menangis dan menghindari situasi yang menakutkan.
3. Cemburu
Anak
menjadi cemburu jika ia mengira bahwa minat dan perhatian orangtua beralih pada
orang lain dalam keluarga, seperti adik baru lahir. Anak yang lebih muda dapat
menunjukkan kecemburuannya dengan terbuka atau kembali bersikap seperti anak
kecil seperti mengompol, pura-pura sakit, atau menjadi nakal. Prilaku ini semua
bertujuan untuk menarik perhatian.
4.
Ingin
Tahu
Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang
baru dilihatnya, juga mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Reaksi
pertama adalah berupa penjelajahan sensori motorik; kemudian sebagai akibat
tekanan sosial dan hukuman, ia bereaksi dengan bertanya.
5.
Iri
Hati
Anak-anak
sering iri hati dengan kemampuan dan barang yang dimiliki orang lain. Iri hati
ini diungkapkan dengan bermacam-macam cara, yangpaling umum adalah mengeluh
tentang barangnya sendiri dengan mengungkapkan keinginan memiliki barang
seperti yang dimiliki orang lain, atau dengan mengambil benda-benda yang
menimbulkan iri hati.
6.
Gembira
Anak-anak merasa gembira karena sehat, situasi yang
tidakdiharapkan, bencana yang ringan, membohongi orang lain dan berhasil
melakukan tugas yang dianggap sulit. Anak mengungkapkan kegembiraannya dengan
tersenyum dan tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat, atau memeluk benda
atau orang yang membuatnya bahagia.
7.
Sedih
Anak-anak merasa sedih jika merasa kehilangan barang
atau sesuatu yang dianggap berharga baginya, apakah itu orang, binatang ataupun
benda mati seperti mainan. Secara khas anak menunjukkan sikapnya dengan cara
menangis atau kehilangan minat terhadap kegiatan normalnya, termasuk makan.
8.
Kasih
Sayang
Anak-anak belajar mencintai orang, binatang dan
mainan atau benda lain yang menyenangkannya. Ia mengungkapkan kasih sayangnya
secara lisan bila sudah besar dan dengan gerakan fisik seperti memeluk,
mencium, dan menepuk objek kasih sayangnya.
IV.Emosi Akhir Masa Kanak-kanak
Pola emosi yang timbul
pada masa akhir kanak-kanak sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak.
Bagaimanapun juga pola emosional umumnya dari akhir masa kanak-kanak berbeda
dengan pada masa awal kanak-kanak dalam dua hal. Pertama jenis situasi yang
membangkitkan emosi, dan kedua bentuk ungkapannya. Perubahan tersebut lebih
diakibatkan dari bertambahnya pengalaman dan belajarnya daripada proses
pematangan diri.
Dari
pengalaman anak mengetahui bagaimana anggapan orang lain tentang anggapan berbagai
bentuk emosional. Dalam keinginan berbagai bentuk yang ternyata secara sosial
tidak bisa diterima. Dengan bertambah besarnya badan, anak anak mulai
mengungkapkan emosi dengan berbagai bentuk seperti murung, menggerutu, dan
berbagai ungkapan kasar. Ledakan marah dianggap jarang karena mereka mulai
menyadari itu merupakan perilaku bayi.
Sebagaimana adanya perbedaan dalam
cara anak mengungkapkan emosi, ada juga perbedaan dalam jenis situasi yang
membangkitkan emosi. Anak yang lebih besar akan lebih cepat marah bila dihina
dibandingkan dengan anak yang lebih kecil yang belum mengerti arti dari setiap
komentar yang bersifat merendahkan. Demikin pula halnya rasa ingin tahu anak
yang lebih kecil ditimbulkan oleh sesuatu yang baru dan berbeda. Bagi anak yang
lebih besar, hal baru dan berbeda harus sangat menonjol agar bisa membangkitkan
keingintahuannya.
Sebagaimana juga terdapat pada
anak-anak yang lebih muda, ada sejumlah emosi pada anak-anak yang lebih
besar dan dalam caramereka mengungkapkan
emosi. Anak yang populer cenderung tidak terlampau cemburu dibandingkan
anak-anak yang kurang populer. Anak laki-laki pada setiap umur dipandang lebih
sesuai dengan jenis kelaminnya dibandingkan dengan anak perempuan; sementara
anak perempuan lebih banyak mengalami rasa takut, khawatir dan kasih sayang,
yaitu emosi yang dipandang sesuai peran seksnya.
Pada akhir masa kanak-kanak, ada waktu dimana anak sering
mengalami emosi yang hebat. Karena emosi cenderung kurang menyenangkan, maka
dalam periode ini meningginya emosinya menjadi periode ketidakseimbangan, yaitu
saat dimana anak menjadi sulit dihadapi.
Meningginya emosi pada akhir masa
kanak-kanak dapat disebabkan fisik dan atau lingkungan. Kalau anak sakit atau
lelah, ia cenderung cepat marah, rewel, dan umumnya sulit dihadapi. Justru
sebelum masa kanak-kanak berakhir , ketika organ-organ seks mulai berfungsi,
meningginya emosi sedang mengalami puncaknya.
Keadaan lingkungan yang menyebabkan meningginya emosi juga
beragam dan serius. Karena penyesuain diri pada setiap situasi baru akan
menyusahkan anak. Meningginya emosi hampir dialami oleh semua anak terutama
pada saat baru masuk sekolah. Setiap perubahan yang menonjol pada pola
kehidupan anak, seperti keretakan keluarga akibatkematian atau perceraian, akan
selalu menyebabkan emosi meninggi.
Namun pada umumnya, akhir masa
kanak-kanak merupakan periode yang relatif tenang yang berlangsung sampai
mulainya masa puber. Ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, peranan yang
dilakukan oleh anak yang sudah besar sudah terumus secara jelas dan anak tahu
bagaimana melaksanakannya; kedua, permainan dan olahraga merupakan pelampiasan
emosi yang tertahan; dan terakhir, dengan meningkatnya keteranpilan anak tidak
banyak mengalami kekecewaan dalam usahanya untuk menyelesaikan berbagai macam
tugas dibandingkan pada saat anak masih lebih muda.
Dengan
mengekang ungkapan emosi eksternal anak menjadi gelisah, tegang dan mudah
tersinggung oleh masalah yang sangat kecil sekalipun. Anak dikatakan sedang
mengalami ”suasana hati yang buruk” atau “suasana buruk”.
Karena keadaan emosi yang tidak tersalurkan tidak menyenangkan
bagi anak, seringkali anak dengan cara coba coba meredakan keadaan ini dengan
sibuk bermain, dengan tertawa terbahak-bahak atau bahkan dengan menangis.
Sekali cara untuk meredakan emosi ini yang tidak tersalurkan ini ditemukan,
yang disebut katarsis emosional, maka akan timbul cara baru bagi anak untuk
mengatasi ungkapan emosional agar sesuai dengan harapan sosial.
Meskipun banyak bentuk katarsis yang
digunakan, tetapi anak menemukan melalui
cara coba-coba dan bukan melalui bimbingan, bahwa ada bentuk yang lebih baik
dan secara sosial lebih diterima daripada bentuk yang lainnya.
Menangis, misalnya, dapat merupakan
pelampiasan tenaga emosi yang tertahan, namun biasanya mempunyai akibat
sampingan berupa sedih yang melemahkan tenaga seseorang. Lagi pula anak
menemukan bahwa anak menangis seperti anak kecil. Sekalipun anak menangis
secara sembunyi-sembunyi tetapi matanya yang merah menunjukkan bahwa ia baru
menangis. Di lain pihak, tertawa dan bermain tidak menimbulkan akibat sampingan
dan tidak mengalami penolakan sosial. Dengan demikian, sebelum masa kanak-kanak
berakhir sebagian besar anak telah menemukan bentuk katarsis emosional yang
memenuhi kebutuhan mereka dan membantu
mereka mengatasi pengendalian emosi seperti yang diharapkan oleh kelompok
sosial.
Beberapa anak yang memiliki teman
akrab, sebelum masa kanak-kanak berakhir mengerti bahwa membicarakan yang
menimbulkan emosi yang tidak menyenangkan-seperti kecewa,takut, cemburu dan
sedih-dengan teman,akan banyak membantu. Dengan melakukan hal ini mereka
memiliki pandangan baru tentang pelbagai masalah emosional sehingga setiap
situasi yang membangkitkan emosi dapat dicegah atau dikurangi. Dengan cara ini
mereka mengerti cara katarsis mental, yang kalau digabung dengn katarsis fisik
memungkinkan mereka untuk belajar emosi mereka dalam cara yang dapat diterima
secara sosial dan dengan ketegangan
fisik atau ketegangan emosional yang minimum.
IV.MASA PUBER
Pada umumnya pengaruh masa puber
lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki. sebagian disebabkan
karena anak perempuan biasanya lebih cepat matang daripada anak laki-laki dan
sebagian karena banyak hambatan-hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku
anak perempuan justru pada saat anak perempuan mencoba untuk membebaskan diri
dari pelbagai pembatasan.
Berikut ini adalah akibat perubahan
masa puber,antara lain :
1.
Ingin menyendiri
kalau perubahan pada masa puber mulai terjadi, anak-anak biasanya menarik diri
dari teman-teman dan dari pelbagai kegiatan keluarga, dan sering bertengkar
dengan teman-teman dan dengan anggota keluarga. Anak puber kerap melamun
bertapa seringnya ia tidak dimengerti dan diperlakukan dengan kurang baik, dan
ia juga mengadakan eksprimen seks melalui masturbasi. Gejala menarik diri ini
mencakup ketidakinginan berkomunikasi dengan orang-orang lain.
2.
Bosan anak puber
dengan permainan yang sebelumnya amat digemari, tugas-tugas sekolah,
kegiatan-kegiatan sosial,dan kehidupan pada umumnya. Akibatnya, anak sedikit
sekali bekerja sehingga prestasinya dipelbagai bidang menurun. Anak menjadi
terbiasa untuk tidak mau berprestasi khususnya karena sering timbul perasaan
akan keadaan fisik yang tidak normal.
3.
Inkoordinasi
pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi gerakan, dan
anak akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan
terlambat, koordinasi akan membaik secara bertahap.
4.
Antagonisme
sosial anak puber seringkali tidak mau bekerjasama, sering membantah dan
menentang. Permusuhan terbuka antara dua seks yang berlainan diungkapkan dalam
kritik, dan komentar-komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya rasa
puber,anak kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerjasama dan lebih
sabar kepada orang lain.
5.
Emosi yang
meninggi ditandai dengan kemurungan, merajuk,ledakan amarah dan kecenderungan
untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian dari
masa puber. Pada masa ini anak merasa khawatir, gelisah dan cepat marah. Sedih,
mudah marah dan suasana hati yang negatif sangat sering terjadi selama masa
prahaid dan awal mas-masa haid. Dengan semakin matangnya keadaan fisik anak,
ketegangan lambat laun berkurang dan anak sudah mampu mengendalikan emosinya.
6.
Anak remaja yang
tadinya sangat yakin pada diri sendiri sekarang menjadi kurang percaya diri
karena menurunnya daya tahan fisik serta kritik yang bertubi-tubi datang dari
orang tua dan teman-temannya. Banyak dari anak laki-laki dan perempuan setelah
masa puber menjadi rendah diri.
7.
Perubahan tubuh
yang terjadi selama masa puber menyebabkan anak semakin sederhana dalam
penampilannya karena takut orang-orang akan memperhatikan dan mengomentari
penampilannya.
V.Emosi Masa Remaja
Secara tradisional masa remaja
dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada
awal masa puber terusberlangsung tetapi agak sedikit melambat. Pertumbuhan yang
terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber.
Oleh karena itu perlu dicari keterangan yang menjelaskan ketegangan emosi pada
saat ini.
Penjelasan diperoleh dari kondisi sosial yang dialami remaja
masa kini. Adapun meningginya emosi laki-laki dan perempuan terutama karena
berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan pada masa
kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi masa itu.
Tidak semua remaja mengalami masa
badai dan tekanan. Namun benar juga bila semua remaja mengalami ketidakstabilan
dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan
sosial yang baru.
Pola emosi remaja adalah sama dengan
pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan
emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Misalnya,
perlakuan sebagai “anak kecil” atau secara “tidak adil” membuat remaja sangat
marah dibandingkan dengan hal-hal lain.
Anak laki-laki dan perempuan
dikatakan sudah mencapai kematangan emosi
bila pada akhir masa remaja tidak
“meledakkan” emosinya di hadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat
yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih bisa
diterima.
Hurlock,
Elizabeth B. (1980). Psikilogi
Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar